Sebuah penelitian melaporkan bahwa reaksi transfusi yang tidak diharapkan ditemukan pada 6.6% resipien, dimana sebagian besa (55%) berupa demam. Gejala lain adalah menggigil tanpa demam sebanyak 14% reaksi alergi (terutama urtikaria) 20% hepatitis serum positif 6% reaksi hemolitik 4% dan overload sirkulasi 1%
Darah yang didonorkan oleh seseorang ternyata tidak hanya dibuat dalam 1 jenis saja, tetapi bisa dibuat menjadi berbagai komponen darah. Dibawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang beberapa komponen darah yang ada, dimana pembuatannya disesuaikan dengan kebutuhan yang paling sering didaerah yang bersangkutan.
DARAH UTUH (Darah Lengkap = Whole Blood = WB)
Satu unit (kantong) berisi 250-350 ml darah yang masih lengkap (utuh) komponennya.
DARAH UTUH SANGAT SEGAR,umurnya < 6 jam, masih berisi trombosit dan semua faktor koagulasi , termasuk faktor labil.
Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat dan lambat.
Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi ringan diatasi dengan pemberian antipiretik, antihistamin atau kortikosteroid, dan pemberian transfusi dengan tetesan diperlambat.Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
DEFINISI
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah
congenital karena anak kekurangan factor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau
factor IX (Hemofilia B).
Hemofilia adalah gangguan
perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan defisiensi atau kelainan
biologik faktor VIII dan (antihemophilic globulin) dan faktor IX dalam plasma
(David Ovedoff, Kapita Selekta Kedokteran).
Hemofilia adalah penyakit
gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X. Karena itu,
penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai
kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier).
Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari
ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier dan bersifat letal.
Mekanisme pembekuan pada
penderita hemofili mengalami gangguan, dimana dalam mekanisme tersebut terdapat
faktor pembekuan yang di beri nama dengan angka romawi, I – XIII. Dapat dilihat
pada tabel di bawah:
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan
hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari
rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang,
kaki terasa dingin, sesak napas dan dyspepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak
pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan
jaringan dibawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan
oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah
penurunan hemoglobin yang berat .
2. Gejala Khas
Masing-masing Anemia
Anemia merupakan masalah medic yang paling sering dijumpai di klinik, di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di Negara berkembang. Kelainan ini merupakan peyebab debilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan social dan ekonomi, serta kesehatan fisik.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan
jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen carrying capacity). Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri
(disease entity), tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar
(underlying disease).
Kriteria Anemia
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan
penurunan massa eritorsit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematocrit dan
hitung eritrosit